Thursday 31 March 2016

Press Release Tugas SEC 2016

Press Release
1 April 2016
Untuk Segera Dirilis
Kontroversi Sharing Economy
Jakarta, Indonesia

Sharing Economy adalah kegiatan berbagi unit produksi antar beberapa orang demi mendapatkan keuntungan tertentu. Pada dasarnya kegiatan sharing ini dilakukan dengan menggunakan media internet.

Sharing Economy di Indonesia telah membawa berbagai polemic yang menjamur di masyarakat. Sebagian masyarakat mengganggap sharing economy ini menguntungkan bagi mereka. Salah satunya adalah perusahaan Go-Jek yang mampu menghubungkan orang yang memiliki transportasi dengan orang yang membutuhkan transportasi.

Namun, disisi lain sharing economy juga menimbulkan keresahan sendiri ditengah penyedia jasa serupa yang masih menjalankan kegiatan usahanya secara konvensional. Salah satunya adalah perushaan Taksi berlogo burung berwarna biru yang merasa tersaingi oleh kendaraan plat hitam berbasis online.

Puncak dari keresahan perusahaan taksi itupun terjadi ketika para sopir taksi tersebut melakukan aksi besar – besaran beberapa hari yang lalu. Para sopir taksu itu menuntut keadilan akan pemerataan kebijakan bagi transportasi umum.

Maka dengan ini kami menuntut :

1. Pemerintah harus mengeluarkan kebijakan yang seadil – adilnya bagi kedua penyedia jasa.
2. Mengembangkan potensi yang ada untuk memajukan kesejahteraan rakyat.
3. Tetap berpihak kepada rakyat bukan investor.


Tertanda
Ketua Kelompok Ir. Soekarno SEC 2016
Akbar Kurnianto


Thursday 24 March 2016

Revisi Undang - Undang KPK

Revisi Undang – Undang KPK
Disusun untuk memenuhi tugas Sosial Economic Camp Fakultas Ekonomi Universitas Negeri Jakarta Tahun 2016 oleh Akbar Kurnianto.

Sebagai Negara yang besar dan dengan sumber daya alamnya yang melimpah pada dasarnya Indonesia memiliki potensi yang besar untuk menjadi salah satu Bangsa yang maju, bermartabat dan lebih baik dari saat ini, dan itu semua dapat terwujud tentunya dengan dukungan sumber daya manusia yang berkualitas, kreatif dan memiliki visi yang jelas dan terarah untuk kemajuan Bangsa.
Namun, pada kenyataannya, di negara Indonesia sumber daya manusia, terutama dalam pemerintahan masihlah sangat jauh dari kata integritas, kredibilitas dan kejujuran. Itu semua tercermin dari indeks persepsi korupsi Indonesia yang masih berada pada posisi 107 dari seluruh negara di dunia.
Dan melihat dari kondisi negara Indonesia yang rawan akan korupsi, akhirnya dibentuklah suatu lembaga yang bertugas untuk memberantas korupsi di Indonesia pada tahun 2002, yaitu Komisi Pemberantasan Korupsi.
Komisi Pemberantasan Korupsi Republik Indonesia (biasa disingkat KPK) adalah lembaga negara yang dibentuk dengan tujuan meningkatkan daya guna dan hasil guna terhadap upaya pemberantasan tindak pidana korupsi. KPK bersifat independen dan bebas dari pengaruh kekuasaan mana pun dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya. Komisi ini didirikan berdasarkan kepada Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 30 Tahun 2002 mengenai Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Dalam pelaksanaan tugasnya, KPK berpedoman kepada lima asas, yaitu: kepastian hukum, keterbukaan, akuntabilitas, kepentingan umum, dan proporsionalitas. KPK bertanggung jawab kepada publik dan menyampaikan laporannya secara terbuka dan berkala kepada Presiden, DPR, dan BPK.
Sejak KPK dibentuk hingga sekarang, sudah banyak kasus korupsi yang di usut oleh KPK . Pengusutan itupun bukanlah suatu hal yang cukup mudah untuk dilewati bagi KPK. Banyak halangan dan rintangan yang menghadang dikala KPK melakukan kegiatan pemberantasan korupsi tersebut. Salah satunya adalah yang sedang gempar di akhir tahun 2015 atau awal tahun 2016 ini. Yaitu adanya inisiasi untuk merevisi UU KPK oleh Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia.
Sontak berita akan adanya revisi UU KPK menimbulkan kehebohan tersendiri ditengah – tengah masyarakat Indonesia. Banyak orang yang mengatakan bahwa revisi UU KPK adalah hal yang akan melemahkan KPK dalam menjalankan tugasnya untuk memberantas korupsi. Namun, tak sedikit pula orang yang mengatakan revisi UU KPK ini ada untuk menjadikan KPK lebih baik dari sebelumnya.
Atas kejadian inilah, saya ingin membahas tentang hal yang sedang heboh di tengah – tengah masyarakat ini. Mengapa hal ini bisa terjadi sampai sedemikian. Padahal, sudah jelas bahwa DPR memiliki dasar dalam melakukan revisi UU KPK , yang mana salah satunya adalah kontitusi negara Indonesia, yaitu Pancasila.

Lantas apakah revisi ini sejalan dengan nilai – nilai pancasila yang sudah mendarah daging dalam diri masing – masing pribadi rakyat Indonesia? Lalu, jika memang sejalan, mengapa bisa menimbulkan respon sampai sedemikian rupa? 
Kita semua telah mengetahui bahwa polemik RUU KPK ini telah memberikan kehebohan tersendiri di tengah – tengah masyarakat. Banyak masyarakat yang meragukan DPR dan bahkan tak sedikit pula yang mengira bahwa ini merupakan siasat para “cukong” untuk melemahkan KPK agar mereka leluasa melakukan KKN di bumi pertiwi ini.
Masyarakat berpikir bahwa RUU KPK yang dibuat oleh DPR memiliki banyak poin yang dapat melemahkan KPK. Dan begitupun penulis, kami berpikir bahwa banyak poin – poin RUU KPK dapat melemahkan kinerja KPK. Lantas apa sajakah poin poin tersebut ?
No
UU KPK Sekarang
RUU KPK
1
Tidak ada batas umur KPK
KPK berusia 12 tahun
2
KPK bisa menuntut terpidana korupsi
KPK tidak bisa menuntut terpidana korupsi
3
Tugas monitoring KPK tidak di batasi
Tugas monitoring KPK dibatasi
4
KPK hanya menangani kasus dengan kerugian Rp 1.000.000.000 ke atas
KPK hanya menangani kasus dengan kerugian Rp 50.000.000.000 ke atas
5
Pemberantasan korupsi oleh KPK dilakukan dengan upaya koordinasi, supervisi, monitor, penyidikan, penuntutan & pemeriksaan.
Pemberantasan korupsi oleh KPK dilakukan dengan upaya koordinasi, supervisi dan monitoring
6
KPK dapat membuat perwakilan disetiap daerah provinsi.
KPK tidak dapat membuat perwakilan disetiap daerah provinsi.
7
KPK dibebaskan melakukan penyadapan.
KPK harus mendapatkan izin ketua pengadilan untuk melakukan penyadapan.
8
KPK tidak berwenang mengeluarkan surat penghentian penyelidikan & penuntutan dalam perkara tindak pidana korupsi
KPK berwenang mengeluarkan surat penghentian penyelidikan & penututan dalam perkara tindak pidana korupsi.
9
KPK dapat melakukan recruitment pegawai secara mandiri.
Yang dapat menjadi pegawai KPK adalah pegawai negeri yang berasal dari Kepolisian, Kejaksaan, BPKP, dan Kemkominfo.
10
KPK tidak wajib lapor ke kejaksaan dan polri ketika tangani tindak pidana korupsi
KPK wajb lapor ke kejaksaan dan polri ketika tangani tindak pidana korupsi.
11
Pemberhentian penyidik & penyelidik tidak harus berdasakran usulan polri
Pemberhentian penyidik & penyelidik harus berdasarkan usulan Polri.
12
Tidak ada batasan umur untuk pimpinan KPK.
Pemimpin KPK sekiranya berumur 40 thaun.
13
Tidak ada dewan eksekutif.
Adaya dewan eksekutif yang diangkat oleh presiden.
(sumber: http://www.rappler.com/indonesia/108452-15-kontroversi-revisi-uu-kpk )
Itulah poin poin yang direvisi pada RUU KPK yang di gagas oleh DPR. Dan disitu terlihat beberapa kejanggalan yang mana dapat kita lihat secara jelas. Salah satunya adalah batas umur KPK yang hanya dibatasi sampai 12 tahun.
Jika kita pikirkan lebih jauh lagi, apakah korupsi akan hilang begitu saja pada 12 tahun ke depan ? (jika RUU KPK disahkan) Apakah dengan disahkannya RUU KPK tersebut, KPK dapat menggenjot kinerjanya hingga tidak ada ada korupsi lagi pada 12 tahun ke depan? Dan poin paling penting adalah, apakah benar – benar pada 12 tahun ke depan KPK sudah tidak dibutuhkan lagi? Serta diluar dari pada hal tersebut, masih banyak pertanyaan – pertanyaan muncul terkait poin – poin yang akan di revisi pada UU KPK tersebut.
Lalu bagaimanakah respon dari masyarakat atas RUU KPK ini? Berikut adalah respon – respon dari masyarakat.

"Kalau sampai pemerintah dan DPR tetap melaksanakan perubahan UU korupsi, itu,terlalu!" ucap Rhoma dengan kata yang sudah menjadi ikonnya. (sumber : http://news.liputan6.com/read/2450282/rhoma-irama-jika-pemerintah-dan-dpr-revisi-uu-kpk-terlalu )
"Kami menolak usulan revisi Undang-undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK yang memperlemah agenda. Pemberantasan korupsi," ungkap Koordinator Pusat BEM SI, Bagus Tito Wibisono. (sumber : http://nasional.sindonews.com/read/1087657/13/mahasiswa-desak-dpr-pemerintah-batalkan-revisi-uu-kpk-1456221344 )

"Apakah ada jaminan, teman-teman komisioner KPK tidak melakukan kesalahan? Tidak pernah punya ambisi dan dendam politik? Tidak ada jaminan. Mungkin suatu saat DPR salah pilih lagi seperti yang sebelumnya. Itu filosofinya," ( Sumber : http://news.liputan6.com/read/2450874/menkumham-sebut-revisi-uu-kpk-perlu-ini-alasannya )

"Koalisi dari banyak LSM dari ICW, IPC, Perludem, Pemuda Muhamaddiyah, meminta dukungan juga dari aspirasi masyarakat sipil untuk menolak revisi UU KPK. Walaupun menunda, tapi ini (revisi UU KPK) seperti bom waktu," ungkap Koordinator ICW Ade Irawan ( sumber : http://news.liputan6.com/read/2444207/koalisi-masyarakat-sipil-anti-korupsi-sambangi-ketua-mpr )

Ketua Komisi Hukum DPR Benny K. Harman menyatakan revisi UU KPK merupakan satu keharusan. Benny menyampaikan 10 poin yang menjadi isu krusial revisi, termasuk kewenangan KPK merekrut penyidik dan penuntut, fokus KPK pada pemberantasan korupsi, wewenang menyadap, laporan harta kekayaan penyelenggara negara, kewenangan KPK melakukan penyitaan dan penggeledahan, menerbitkan surat perintah penghentian penyidikan (SP3), prinsip kolektif kolegial kepemimpinan KPK, prioritas kerja KPK dalam bidang pencegahan atau penindakan harus dipertegas, dan fokus penindakan KPK.  ( sumber : http://www.rappler.com/indonesia/121092-lini-masa-revisi-uu-kpk )

“Dari substansinya jangan ada pasal-pasal yang kemudian direvisi itu intinya jadi memperlemah. Saya ambil contoh di revisi misalnya ada KPK hanya dibatasi 12 tahun, itu memperlemah, kewenangan penuntutan dicabut dan penyadapan harus ijin pengadilan, nah itu dalam prespektif presiden adalah memperlemah," ( sumber : http://www.bbc.com/indonesia/berita_indonesia/2016/02/160217_indonesia_revisi_uu_kpk )

“Jadi substansi dari revisi Undang-Undang KPK ini, tidak ada niat melemahkan KPK. Undang-Undang KPK ini perlu direvisi supaya antar-lembaga penegak hukum sama kedudukannya, baik itu KPK, kepolisian, maupun kejaksaan. Sama sekali tidak ada upaya pelemahan. Jadi secara substansi, revisi Undang-Undang KPK ini supaya ke depan KPK tidak malah sibuk mengurusi pertikaian,” ( Sumber : http://www.tribratanews.com/mayoritas-fraksi-dpr-dukung-revisi-undang-undang-kpk/ )

“Saya tidak menemukan kebutuhan dimensi mendesak untuk masa depan pemberantasan korupsi, dan tidak menemukan untuk upaya perbaikan hukum, tetapi sangat kental unsur politik untuk mengurangi sejumlah kewenangan KPK, untuk mereduksi kewenangan KPK adalah penanggalan kewenangannya di UU,"  ( Sumber : http://www.bbc.com/indonesia/berita_indonesia/2016/02/160217_indonesia_revisi_uu_kpk )

Itulah beberapa respon dari masyarakat terkait RUU KPK yang di gadang oleh DPR. Dan dari komentar – komtar itu kita dapat melihat, bahwa sebagian besar rakyat Indonesia menolak adanya RUU KPK . Dan hanya kalangan DPR ataupun Pemerintah yang mendukung adanya RUU KPK tersebut.
Pembuatan kebijakan negara dalam bidang politik harus berdasar pada manusia yang merupakan subjek pendukung Pancasila, sebagaimana dikatakan oleh Notonegoro (1975:23) bahwa yang berketuhanan, berkemanusiaan, berpersatuan, berkerakyatan, dan berkeadilan adalah manusia. Manusia adalah subjek negara dan oleh karena itu, politik negara harus berdasar dan merealisasikan harkat dan martabat manusia di dalamnya. Hal ini dimaksudkan agar sistem politik negara dapat menjamin hak-hak asasi manusia. ( Suntari, Nento, Hamid, Wibisono, Gunandi, Martini, 2015, Pendidikan Pancasila, Jakarta. )
Melihat dari kutipan diatas, seharunys pembuatan kebijakan di Indonesia harus memperhatikan rakat yang merupakan pemegang kekuasaan atau kedaulatan berada di tangan rakyat. Yang mana artinya bahwa rakyat yang merupakan asal mula kekuasaan harus berkuasa di tanah airnya sendiri.
Jika dikaitakn dengan RUU KPK, hal itu mengindikasikan bahwa adanya kekuasaan yang berkuasa di atas kuasa rakyat. Yang mana jika KPK dilemhakan, sudah jadi pasti korupsi akan merajalela di bumi pertiwi. Dan jika korupsi kembali merajalela di bumi pertiwi, rakyat pun yang akan kembali menerima imbasnya.
Banyak nantinya pembangunan akan terhambat, penegakan hukum dapat mudah dibelokkan begitu saja, dan yang pastinya rakyat kecil pun akan tertindas oleh kekejaman penguasa di tanah air tercinta ini. Lantas bagaimanakah seharusnya sikap kita sbagai rakyat indonesia yang mencintai seutuhnya negara kita?
Sebagai rakyat yang mencintai secara utuh negara kita, kita harus ikut turut andil untuk membela keadilan di tanah air ini. Kaitannya dengan kasus KPK, kita harus menolak dengan keras revisi UU KPK tersebut. Karena sudah jelas revisi UU KPK tersebut terindikasi untuk melemahkan KPK.
Langkah awal yang harus kita lakukan adalah dengan tetap mengawal isu revisi UU KPK tersebut. Kita harus pintar memilah segala macam sumber informasi bagik media cetak maupun media elektronik agar mendapatkan informasi yang valid mengenai isu tersebut. Dan juga diharapkan agar kita tahu betul permasalahan yang sedang dipermasalahkan.
Lalu setelah itu, kita harus mengambil sikap terkait isu tersebut. Ataukah kita mendukung atau menolak usulan Revisi UU Tersebut. Dan jika memang keberpihakan kita adalah untuk menolak revisi UU KPK tersebut, kita harus melakukan tindakan yang tepat.
Tindakan tersebut dapat berupa menyuarakan suara kita kepada pihak terkait (DPR RI), bahwa kita menolak Revisi UU KPK tersebut. Dan penyaluran suara kita dapat kita lakukan dengan bantuan teknologi yang sekarang ini sudah berkembang pesat, yaitu media internet. Dengan adanya gerakan menyuarakan aspirasi kita terhadap isu tersebut, besar harapan suara kita dapat terdengar dan mendapat respon yang kita inginkan.
Namun, jika memang kita tidak mendapat tanggapan sedikitpun. Ataupun DPR tetap bersihkeras untuk tetap mengukuhkan Revisi UU KPK tersebut, langkah yang dapat kita ambil adalah aksi turun ke jalan untuk menuntut revisi UU KPK tersebut. Karena sesungguhnya suara rakyat adalah suara yang absolut, serta suara rakyat adalah suara tuhan.



Wednesday 16 March 2016

Perikatan Berdasarkan Ketetapan Waktu

       I.            Perikatan
Perikatan adalah hubungan hukum antara dua orang atau lebih di dalam lapangan harta kekayaan dimana satu pihak mempunyai hak dan pihak yang lain mempunyai kewajiban atas suatu prestasi


    II.           Jenis – Jenis Perikatan
·        Perikatan Bersyarat
·        Perikatan Berdasarkan Ketetapan Waktu
·        Perikatan Alternatif
·        Perikatan Tanggung Menanggung / Renteng
·        Perikatan Dengan Penetapan Hukum


 III.            Perikatan Berdasarkan Ketetapan Waktu
Perikatan yang pelaksaannya ditangguhkan sampai pada suatu waktu yang ditentukan yang pasti akan tiba, meskipun mungkin belum dapat dipastikan kapan waktu yang dimaksudkan akan tiba.


IV.            Prestasi
Prestasi adalah pelaksanaan dari isi kontrak yang telah diperjanjikan menurut tata cara yang telah disepakati bersama. Model prestasi dari suatu kontrak:
a.      Memberikan Sesuatu
b.     Berbuat Sesuatu
c.     Tidak Berbuat Sesuatu


  V.            Wanprestasi
Adalah tidak dilaksanaknnya suatu prestasi atau kewajiban sebagaimana telah disepakati bersama. Wanprestasi dipilah – pilah sebagai berikut:
a.      Wanprestasi berupa tidak memenuhi prestasi
b.     Wanprestasi berupa terlambat memenuhi prestasi
c.     Wanprestasi berupa tidak sempurna memenuhi prestasi




VI.            Contoh Kasus Wanprestasi Perikatan Berdasarkan Ketetapan Waktu
Handoyo mengasuransikan diri dan keluarganya pada perusahaan asuransi Perseroan Terbatas Allianz (yang selanjutnya disingkat PT Allianz) dengan polis asuransi jiwa dengan manfaat antara lain: Kematian normal dibayarkan Rp150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah). Kematian akibat dari kecelakaan sebesar Rp300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah) ditambah atau termasuk dengan dana investasi. Jika Handoyo hidup sampai dengan akhir kontrak maka semua dana investasi yang terbentuk akan dibayarkan juga. Asuransi dengan masa pertanggungan selama 10 tahun tersebut dimulai sejak perjanjian asuransi ditutup, yaitu tanggal 10 September 2006 sampai dengan tanggal 10 September 2016 dengan premi pertanggungan sebesar Rp8.154.000,00 (delapan juta seratus lima puluh empat ribu) per tahun dibayar selama 5 tahun (www.kompcyber, Klaim Asuransi, diakses tanggal  20 Agustus 2009).

Semua syarat-syarat penutupan asuransi, seperti Surat Permintaan Asuransi Jiwa (yang selanjutnya disebut SPAJ), pemeriksaan kesehatan oleh dokter/ klinik/laboratorium yang ditunjuk penanggung telah dipenuhi tertanggung. Pada saat polis baru berjalan 13 bulan 9 hari tertanggung meninggal dunia di rumah dengan tidak sempat dibawa ke dokter sebelumnya. Jenazah kemudian dikremasikan di Krematorium Nirwana, Bekasi.

Ahli waris menuntut penanggung untuk membayar manfaat polis sebesar Rp150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah) dengan sebelumnya memenuhi syarat-syarat pengajuan klaim yang telah ditetapkan penanggung seperti yang diatur dalam Ketentuan Umum Polis Pasal 7. Namun penanggung menolak membayar klaim dengan alasan, setelah dilakukan penelitian oleh penanggung diketahui bahwa pada saat pengajuan SPAJ telah terjadi misrepresentasi yang bersifat material. Hal ini didasarkan pada Pasal 251 KUHD serta pasal yang terkait dalam polis.

Penanggung menyatakan bahwa: Pertama, Dari hasil penelitian yang mereka lakukan didapatkan fakta bahwa tertanggung sebelum masuk asuransi pernah dilakukan perawatan atau konsultasi ke: RS Siloam, Lippo Karawaci tanggal 10 Desember 2004 dengan diagnosa acute hydrocephalus dan dilakukan CP-Shunt; RS Siloam, Lippo Karawaci tanggal 27 April 2005 dengan diagnosa yaitu bronshiectasis; RS Medistra, Jakarta dirawat tanggal 12-29 Maret 2006 dengan diagnosanya bronchopnemonia duplex disertai retentio sputum; Kesemua pemeriksaan dan perawatan ini tidak diungkapkan dalam SPAJ.
Kedua, Penyakit-penyakit tersebut tidaklah dapat dideteksi oleh tipe pemeriksaan yang telah dipersyaratkan penanggung, tetapi hanya dapat dideteksi dengan pemeriksaan khusus seandainya tertanggung telah mengungkapkannya.
Ketiga, Bahwa berdasarkan hal-hal tersebut penanggung berkesimpulan bahwa tertanggung telah terbukti beritikad tidak baik dan melakukan misrepresentasi atau non disclosure of facts.
Keempat, Dengan terbuktinya misrepresentasi tersebut, penanggung telah melakukan reunderwriting atau juga seleksi ulang penerimaan asuransi untuk menentukan bilamana materalitasnya misrepresentasi. Hasilnya ialah apabila fakta perawatan itu diketahui sebelumnya oleh penanggung niscaya pertanggungan telah tidak diterbitkan dengan syarat-syarat yang sama. Dengan demikian maka telah terbukti bahwa misrepresentasi yang telah terjadi bersifat material. Kelima, Berdasarkan fakta tersebut dan Pasal 251 KUHD, Ketentuan Umum Polis Pasal 7 dan Pasal 8 SPJ, penanggung menolak klaim yang diajukan Ahli Waris.



VII.            Analisa Contoh Kasus Wanprestasi Perikatan Berdasarkan Ketetapan Waktu

Pada kasus diatas, dapat kita ketahui bahwa prestasi yang dipermasalahkan adalah mengenai asuransi jiwa yang apabila pihak tertanggung meninggal dunia atas dasar polis yang telah dipenuhi sebelumnya, maka pihak penanggung harus memberikan prestasinya yaitu berupa uang.
Namun, pihak penanggung ternyata melakukan wanprestasi. Yaitu dengan tidak membayarkan uang asuransi jiwanya kepada pihak tertanggung, atau kita dapat menyebut bahwa pihak penanggung melakukan wanprestasi berupa tidak memenuhi prestasi.
Dengan memperhatikan uraian diatas dapatlah dijelaskan bahwa dalam perjanjian asuransi, maka timbullah hak dan kewajiban dari para pihak yang dikenal dengan nama prestasi. Adanya wanprestasi tersebut memberikan hak kepada yang dirugikan untuk dapat menggugat ganti kerugian atas dasar wanprestasi ke Pengadilan Negeri. Mengenai bentuk ganti kerugian atas dasar wanprestasi dapat berupa penggantian biaya, antara lain biaya-biaya yang telah dikeluarkan, kerugian yang bener-benar telah diderita akibat adanya wanprestasi dan keuntungan yang telah dapat dihitung atau dibayangkan akan diperoleh jika tidak terjadi wanprestasi.