Perikatan
Berdasarkan Ketetapan Waktu
I.
Perikatan
Perikatan
adalah hubungan hukum antara dua orang atau lebih di dalam lapangan harta
kekayaan dimana satu pihak mempunyai hak dan pihak yang lain mempunyai kewajiban
atas suatu prestasi
II. Jenis – Jenis Perikatan
·
Perikatan Bersyarat
·
Perikatan Berdasarkan Ketetapan Waktu
·
Perikatan Alternatif
·
Perikatan Tanggung Menanggung / Renteng
·
Perikatan Dengan Penetapan Hukum
III.
Perikatan Berdasarkan Ketetapan Waktu
Perikatan
yang pelaksaannya ditangguhkan sampai pada suatu waktu yang ditentukan yang
pasti akan tiba, meskipun mungkin belum dapat dipastikan kapan waktu yang
dimaksudkan akan tiba.
IV.
Prestasi
Prestasi
adalah pelaksanaan dari isi kontrak yang telah diperjanjikan menurut tata cara
yang telah disepakati bersama. Model prestasi dari suatu kontrak:
a. Memberikan
Sesuatu
b. Berbuat
Sesuatu
c. Tidak
Berbuat Sesuatu
V.
Wanprestasi
Adalah
tidak dilaksanaknnya suatu prestasi atau kewajiban sebagaimana telah disepakati
bersama. Wanprestasi dipilah – pilah sebagai berikut:
a. Wanprestasi
berupa tidak memenuhi prestasi
b. Wanprestasi
berupa terlambat memenuhi prestasi
c. Wanprestasi
berupa tidak sempurna memenuhi prestasi
VI.
Contoh Kasus Wanprestasi Perikatan
Berdasarkan Ketetapan Waktu
Handoyo
mengasuransikan diri dan keluarganya pada perusahaan asuransi Perseroan
Terbatas Allianz (yang selanjutnya disingkat PT Allianz) dengan polis asuransi
jiwa dengan manfaat antara lain: Kematian normal dibayarkan Rp150.000.000,00
(seratus lima puluh juta rupiah). Kematian akibat dari kecelakaan sebesar
Rp300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah) ditambah atau termasuk dengan dana
investasi. Jika Handoyo hidup sampai dengan akhir kontrak maka semua dana
investasi yang terbentuk akan dibayarkan juga. Asuransi dengan masa
pertanggungan selama 10 tahun tersebut dimulai sejak perjanjian asuransi
ditutup, yaitu tanggal 10 September 2006 sampai dengan tanggal 10 September
2016 dengan premi pertanggungan sebesar Rp8.154.000,00 (delapan juta seratus
lima puluh empat ribu) per tahun dibayar selama 5 tahun (www.kompcyber,
Klaim Asuransi, diakses tanggal 20 Agustus 2009).
Semua
syarat-syarat penutupan asuransi, seperti Surat Permintaan Asuransi Jiwa (yang
selanjutnya disebut SPAJ), pemeriksaan kesehatan oleh dokter/ klinik/laboratorium
yang ditunjuk penanggung telah dipenuhi tertanggung. Pada saat polis baru
berjalan 13 bulan 9 hari tertanggung meninggal dunia di rumah dengan tidak
sempat dibawa ke dokter sebelumnya. Jenazah kemudian dikremasikan di
Krematorium Nirwana, Bekasi.
Ahli
waris menuntut penanggung untuk membayar manfaat polis sebesar Rp150.000.000,00
(seratus lima puluh juta rupiah) dengan sebelumnya memenuhi syarat-syarat
pengajuan klaim yang telah ditetapkan penanggung seperti yang diatur dalam
Ketentuan Umum Polis Pasal 7. Namun penanggung menolak membayar klaim dengan
alasan, setelah dilakukan penelitian oleh penanggung diketahui bahwa pada saat
pengajuan SPAJ telah terjadi misrepresentasi
yang bersifat material. Hal ini didasarkan pada Pasal 251 KUHD serta pasal yang
terkait dalam polis.
Penanggung
menyatakan bahwa: Pertama,
Dari hasil penelitian yang mereka lakukan didapatkan fakta bahwa tertanggung
sebelum masuk asuransi pernah dilakukan perawatan atau konsultasi ke: RS
Siloam, Lippo Karawaci tanggal 10 Desember 2004 dengan diagnosa acute
hydrocephalus dan dilakukan CP-Shunt;
RS Siloam, Lippo Karawaci tanggal 27 April 2005 dengan diagnosa yaitu bronshiectasis;
RS Medistra, Jakarta dirawat tanggal 12-29 Maret 2006 dengan diagnosanya bronchopnemonia
duplex disertai retentio
sputum; Kesemua pemeriksaan dan perawatan ini tidak
diungkapkan dalam SPAJ.
Kedua,
Penyakit-penyakit tersebut tidaklah dapat dideteksi oleh tipe pemeriksaan yang
telah dipersyaratkan penanggung, tetapi hanya dapat dideteksi dengan pemeriksaan
khusus seandainya tertanggung telah mengungkapkannya.
Ketiga,
Bahwa berdasarkan hal-hal tersebut penanggung berkesimpulan bahwa tertanggung
telah terbukti beritikad tidak baik dan melakukan misrepresentasi
atau non disclosure of facts.
Keempat,
Dengan terbuktinya misrepresentasi
tersebut, penanggung telah melakukan reunderwriting
atau juga seleksi ulang penerimaan asuransi untuk menentukan bilamana
materalitasnya misrepresentasi.
Hasilnya ialah apabila fakta perawatan itu diketahui sebelumnya oleh penanggung
niscaya pertanggungan telah tidak diterbitkan dengan syarat-syarat yang sama.
Dengan demikian maka telah terbukti bahwa misrepresentasi
yang telah terjadi bersifat material. Kelima,
Berdasarkan fakta tersebut dan Pasal 251 KUHD, Ketentuan Umum Polis Pasal 7 dan
Pasal 8 SPJ, penanggung menolak klaim yang diajukan Ahli Waris.
VII.
Analisa Contoh Kasus Wanprestasi
Perikatan Berdasarkan Ketetapan Waktu
Pada
kasus diatas, dapat kita ketahui bahwa prestasi yang dipermasalahkan adalah
mengenai asuransi jiwa yang apabila pihak tertanggung meninggal dunia atas
dasar polis yang telah dipenuhi sebelumnya, maka pihak penanggung harus
memberikan prestasinya yaitu berupa uang.
Namun,
pihak penanggung ternyata melakukan wanprestasi. Yaitu dengan tidak membayarkan
uang asuransi jiwanya kepada pihak tertanggung, atau kita dapat menyebut bahwa
pihak penanggung melakukan wanprestasi berupa tidak memenuhi prestasi.
Dengan
memperhatikan uraian diatas dapatlah dijelaskan bahwa dalam perjanjian
asuransi, maka timbullah hak dan kewajiban dari para pihak yang dikenal dengan
nama prestasi. Adanya wanprestasi tersebut memberikan hak kepada yang dirugikan
untuk dapat menggugat ganti kerugian atas dasar wanprestasi ke Pengadilan
Negeri. Mengenai bentuk ganti kerugian atas dasar wanprestasi dapat berupa
penggantian biaya, antara lain biaya-biaya yang telah dikeluarkan, kerugian
yang bener-benar telah diderita akibat adanya wanprestasi dan keuntungan yang
telah dapat dihitung atau dibayangkan akan diperoleh jika tidak terjadi wanprestasi.
No comments:
Post a Comment