Monday 17 September 2018

Pengoptimalan Pembelajaran Ilmu Akuntansi dengan Neuroscience

Pengoptimalan Pembelajaran Ilmu Akuntansi dengan Neuroscience
Akbar Kurnianto (8335151596)
BAB 1
LATAR BELAKANG
Dewasa ini, ilmu akuntansi merupakan ilmu yang sudah lazim di tengah-tengah masyarakat. Berbagai macam sektor mulai dari bisnis, industri, hingga pemerintahan tentunya menggunakan ilmu akuntansi guna membantu mengelola keuangan lembaga.
Oleh karena minatnya yang begitu tinggi di pasar tenaga kerja, banyak universitas yang berbondong-bondong membuka program studi akuntansi untuk memenuhi permintaan pasar. Bukan hanya dari penyelenggara pendidikan, masyarakat sebagai konsumenpun juga berbondong-bondong mengambil studi ilmu akuntansi sebagai amunisi mereka dalam mencari pekerjaan. Tak heran, program studi akuntansi yang diwakilkan oleh Universitas Negeri Jakarta berhasil menempati posisi ketiga sebagai program studi dengan keketatan persaingan tertinggi dalam SNMPTN 2018 (Ibtisam, https://www.youthmanual.com/post/dunia-sekolah/persiapan-kuliah/pengumuman-snmptn-2018-jurusan-dengan-keketatan-persaingan-tertinggi).
Namun, tak jarang ilmu akuntansi juga disebut sebagai ilmu yang sulit dipahami. Barbagai macam kalkulasi secara terperinci, klasifikasi akun-akun, dan juga penyusunan laporan kadang menjadi alasan mengapa ilmu ini sukar untuk dipahami.
Disatu sisi, kemampuan otak manusia dalam menyerap berbagai macam ilmu di dunia ini berbeda-beda. Masih terdapat berbagai misteri yang ada pada ruang kecil penyimpanan manusia ini. Dalam kaitannya dengan ilmu akuntansi, seberapa jauhkah neuroscience mampu diterapkan pada ilmu akuntansi? Tulisan ini ditujukan untuk menjawab pertanyaan tersebut dan juga mengupas lebih dalam tentang ilmu neuroscience, terutama dalam kaitannya dengan ilmu akuntansi.



BAB 2
PEMBAHASAN
A.      Pengertian Neuroscience
Menurut Duncan & Jones (dalam Khosrow-Pour, 2012: 646) Neurosciene adalah studi tentang bagaimana otak berhubungan dengan fungsi kognitif termasuk cara di mana kita dapat bereaksi terhadap pengalaman dengan bagian otak yang berbeda, menghasilkan tanggapan yang berbeda terhadap pengalaman tersebut. Neurscience menggunakan penggambaran dari akticitas otak dan teknik lainnya untuk mengambil detil kesimpulan dari bagaimana otak bekerja (Camerer et al., 2005).
B.       Memori dan Obat
Hay (2012: 142) mengusulkan model pengetahuan antropologis yang membandingkan bagaimana tradisi sosiokultural dan proses neurologis menciptakan bersama kemungkinan berbeda untuk mengingat. Hay mengemukakan hal tersebut dalam tiga hal berikut:
 Pertama, ingatan dan obat saling menciptakan satu sama lain secara konstan dalam konteks lokal. Neurobiologi dari struktur memori tentang pengetahuan diambil dan diorganisasi di otak dan yang terpenting, bagaimana ia berakumulasi dan menjadi otomatis melalui proses sosial berkelanjutan dari pengesahan dan pengulangan. Tradisi sosiokultural dari pengobatan – struktur pembelajaran medis dalam setiap tradisi dan asumsi tentang pembelajaran yang mendorong struktur-struktur tersebut – membentuk pengetahuan yang dipandang penting, yang pada gilirannya membentuk bagaimana memori diorganisasikan, dan akhirnya bagaimana tradisi medis mempertahankannya dari generasi ke generasi.
Poin kedua, proses penciptaan bersama ini tidak terbatas pada bidang kedokteran – kapan saja pembelajaran berlangsung, otak dan dunia sosiokultural setempat berinteraksi, menciptakan dan memprioritaskan jenis memori tertentu dan dengan demikian cara berpikir tertentu. Obat hanyalah salah satu contoh bagaimana tradisi pemikiran dan praktik tak dapat direduksi secara biokultural.
Dan ketiga, untuk memahami semua ini, kita perlu mengubah cara berpikir kita sendiri, yang telah terlalu lama diperkuat di lembaga-lembaga akademis dengan memisahkan ilmu-ilmu biologi dari ilmu sosial dan kemanusiaan secara tidak logis.
Dari pemaparan Hay diatas, kita dapat memahami bahwa obat dan memori merupakan elemen yang berkaitan satu sama lainnya. Kedua hal tersebut saling bantu-membantu – secara kesinambungan – guna menumbuhkan pemahaman pada otak manusia.
Namun, perlu kita pahami bersama, walaupun obat merupakan elemen penting dalam pembentukan pemahaman dalam otak manusia, tradisi sosiokultural merupakan hal yang amat fundamental bagi otak manusia. Bagaiaman manusia berinteraksi, membaca keadaan sekitar, hingga apapun yang dilakukan manusia, itulah hal yang berperan bagi pembentukan pemahaman bagi manusia.
Hal ini diperkuat dengan anggapan Hay yang mengatakan bahwasanya social sciences dan natural sciences adalah pemisahan yang tidak logis yang dilakukan oleh lembaga pendidikan. Kita harus mengubah pola pikir tersebut dan menanamkan dalam diri kita bahwa seluruh ilmu merupakan suatu kesatuan yang tidak bisa dipisahkan.
C.      Kapasitas Memori Kerja
Memori kerja (Working Memory) adalah kemampuan secara sementara untuk mengingat dan memanipulasi beberapa item yang terlibat dalam pemrosesan informasi yang diberikan atau dalam tindakan seperti berpikir, merencanakan, atau menghasilkan motor output (Rabinovich et al., 2012: 143). Mengingat pernyataan yang beru ini kita dengar dalam sebuah pidato, atau mengikuti petunjuk ke tempat yang tidak kita ketahui merupakan tugas yang melibatkan Memori Kerja. Pun juga dengan bahasa yang merupakan aktivitas berurutan, adalah hal yang didasarkan pada kapasitas kerja.
Kapasitas memori yang dimiliki oleh tiap orang terbatas. Baddeley (2003) mengungkapkan bahwa properti mendasar dari memori kerja sangat terbatas pada seberapa banyak informasi yang dapat ditahan secara bersamaan. Tentunya keterbatasan tersebut didasarkan oleh beberapa faktor.
Eriksson et al. (2015) mengungkapkan bahwa terdapat dua faktor mengapa terdapat keterbatasan tersebut: Pertama, jumlah dari informasi yang dapat ditahan sangat tergantung dari apakah item tersebut dapat dikelompokkan ke dalam unit yang berarti atau “sampah”. Dengan mengelompokkan informasi bersama-sama, orang dapat mengeksploitasi informasi yang sudah ada sebelumnya dalam long-term memory, yang memungkinkan penyimpanan yang lebih efisien pada memori kerja, kira-kira dengan mengurangi jumlah elemen aktif yang harus dikelola dalam memori kerja.
Kedua, objek dengan level kompleksitas yang tinggi mungkin membutuhkan tambahan sumberdaya yang cukup untuk menyelesaikan detail tersebut. Sehingga, performa memori kerja bisa dikurangi untuk beberapa item kompleks yang disebabkan oeh kurangnya ketelitian dalam memahami kode.
Dalam konteks pembelajaran ilmu akutansi, kewajaran dapat kita temukan mengapa akuntansi sulit untuk dipahami bagi beberapa orang. Hal tersebut disebabkan oleh kompleksitas yang cukup tinggi dari beberapa komponen akuntansi. Sebut saja memahami double entry, keseimbangan antara asset = liability + equity, atau bahkan merancang seluruh financial statement hingga siap disuguhkan kepada user.
Pembelajaran ilmu akuntansi dan Memori Kerja amatlah berkaitan. Dari uraian di atas, kita harus memahami bahwa memahmi ilmu akuntansi sekaligus tentulah begitu berat. Mengingat beragam komponen dalam ilmu akuntansi layaknya menghafal seluruh account sekaligus pastilah akan membebani otak kita – dalam hal ini adalah memori kerja kita. Perlu ada diversifikasi atau pembagian ataupun pemahaman step-by-step untuk memahami ilmu akuntansi.
D.      Dopamin dan Meningkatkan Pembelajaran
Dopamin (DA) adalah katekol-amina menurut struktur kimianya dan neurotransmitter yang sangat penting untuk kecanduan narkoba (Korsmeyer and Kranzler, 2008:29). Sistem DA penting dalam menanggapi rangsangan yang menonjol dan memfasilitasi pembelajaran terkondisi. Rangsangan, termasuk penghargaan non-obat (seperti makanan) dan berbagai obat yang biasa disalahgunakan, dapat mengaktifkan sistem mesocorticolimbic. Pemberian opioid, nikotin, alkohol, dan cannabinoids secara akut semuanya memfasilitasi pelepasan DA dalam nucleus accumbens melalui tindakan pada area tegmental ventral atau nucleus accumbens secara langsung. Meskipun berbagai macam obat yang disalahgunakan umum merangsang pelepasan DA, penting untuk dicatat bahwa DA bukan satu-satunya neurotransmitter yang terlibat dalam penghargaan. Efek penguat dari obat yang disebutkan di atas memiliki mekanisme tergantung DA dan DA-independen.
Selain dari apa yang dipaparkan diatas, dopamin juga dapat meningkatkan pola pembelajaran suatu individu. Dopamin neuromodulator dan target yang paling menonjol, striatum telah lama dikenal sebagai titik kunci di nexus motivasi dan tindakan (Daw, 2008).
Model peningkatan pembelajaran dari dopamin juga memeliki pengaruh yang penting dalamn memahami pembelajaran dan motivasi pada human cognitive neuroscience. Ada lebih banyak bukti yang membuktikan bahwa mekanisme midbrain dopamin yang serupa mendaasari adanya variasa dari penghargaan-berhubungan dengan kebiasaan pada manusia.
E.       Peran Neuroscience Dalam Pendidikan
Setiap hari otak kita selalu berubah dan menyesuaikan melalui berbagai pengalaman yang kita dapatkan seperti belajar, bermain, bahkan memakan makanan kita. Berbagai ingatan kita dibentuk melalui serangkaian kinerja saraf di otak kita.
Pada manusia, biasanya perubahan otak maturasi terbesar terjadi selama awal atau pertengahan masa kanak-kanak, meskipun beberapa sistem otak menunjukkan perubahan substansial hingga akhir masa remaja. Selama periode awal hingga pertengahan masa kanak-kanak, jumlah sinaps (koneksi antar neuron) terbentuk. Overproliferasi awal diikuti oleh periode pemangkasan, meninggalkan sinapsis yang secara teratur digunakan dan karena itu fungsional. Ini adalah proses komitmen yang menentukan akhir periode plastisitas otak maksimum. Perubahan plastisitas tidak sepenuhnya terkait dengan usia kronologis tetapi sebagian bergantung pada pengalaman. Knowland dan Thomas (2014) mengungkapkan bahwa terdapat tiga sumber utama dari bukti neuroscience mengenai plastisitas otak manusia: (1) pemulihan dari cedera otak yang terjadi pada titik-titik yang berbeda dalam perkembangan; (2) konsekuensi dari deprivasi di awal kehidupan (paling sering sebagai akibat dari pendengaran pendengaran atau penglihatan bawaan) dengan paparan lingkungan khas kemudian; dan, (3) mempelajari keterampilan baru di berbagai titik sepanjang masa hidup.
Satu teori menyatakan bahwa plastisitas otak menurun ketika sistem menjadi semakin terspesialisasi terhadap fungsi dewasa mereka, sebuah proses yang melibatkan interaksi dengan lingkungan sebanyak perubahan yang berkaitan dengan usia di substrat otak (Thomas dan Johnson 2008). Khususnya meskipun, di hippocampus, di mana konsolidasi memori baru terjadi, neuron baru terbentuk sepanjang hidup. Proses ini disebut neurogenesis dan mencerminkan kebutuhan lingkungan untuk terus mempengaruhi pembentukan memori sepanjang hidup.
Sementara fenomena periode sensitif bergantung pada sifat sirkuit neural di otak, periode ini juga dapat dipikirkan dalam kaitannya dengan adaptasi terkait dalam perilaku, yang akan kita fokuskan di sini. Periode sensitif sangat adaptif karena memungkinkan organisme disetel ke lingkungan masing-masing. Terlalu banyak plastisitas otak di masa dewasa akan menghasilkan informasi yang harus terus-menerus dipelajari kembali. Masalah potensial, bagaimanapun, adalah bahwa jika periode sensitif terjadi di awal kehidupan, lingkungan yang tersedia untuk individu selama periode tersebut harus relevan di masa hidup individu tersebut. Dalam kasus pendidikan orang dewasa, lingkungan belajar berubah sepanjang masa hidup. Oleh karena itu, neurosains pendidikan tertarik pada cara-cara untuk meningkatkan plastisitas otak dan memaksimalkan pembelajaran dalam menanggapi perubahan itu.
Dari apa yang dipaparkan di atas, terlihat kompleksitas neuroscience dalam kaitannya dengan pendidikan. Terdapat berbagai macam titik vital yang harus diperhatikan dalam masalah pendidikan. Bahwasanya berada pada pertenghan umur anak-anak merupakan momen paling vital dalam pembelajaran.
Pada momen tersebut, anak-anak haruslah diberikan pemahaman yang memadai tentang masa depan yang akan mereka gapai. Pola pembelajaran dan tentu saja substansi pembelajaran adalah masalah pokok yang tidak bisa dikesampingkan.
Materi pembelajaran kompleks seperti akuntansi adalah hal yang harus diperkenalkan jika mereka ingin menggapai masa depan menjadi seorang ekonom. Walaupun mereka masih belum bisa menentukan secara tepat seperti apa profesi mereka kelak, namun ini adalah momen yang paling penting untuk memudahkan atau mengoptimalkan suatu individu guna memahami akuntansi.
Pengoptimalan itu dilakukan dengan tidak membebani anak-anak dengan materi yang terlalu berat bagi mereka. Sebut saja pengenalan dengan konsep penjurnalan akuntansi yang mewajibkan mereka untuk mencatat segala macam transaksi dan menjadikannya dasar dalam penyusunan laporan keuangan merupakan pola pembelajaran – atau pengenalan – yang tepat dalam ilmu akuntansi.
Hal tersebut akan menjadi stimulus utama bagi mereka dan menjadikan mereka tidak akan melupakan momen tersebut – hampir sepanjang hidup – karena mereka mempelajari akuntansi pada saat momen vital kehidupan mereka. Hasil yang diharapkan adalah kemudahan individu untuk mempelajari akuntansi secara lebih dalam di masa yang akan datang – atau lebih tepatnya saat dewasa.
F.       Pembelajaran Berbasis Otak
Goswami (2004) memaparkan bahwa ada serangkaian metode yang dapat dilakukan demi meningkatkan kualitas pembelajaran:
a.      Bahasa
Meskipun berbagi 98,5% genom kita dengan simpanse, kita manusia dapat berbicara dan simpanse tidak bisa. Menariknya, gen yang diekspresikan dalam otak yang sedang berkembang mungkin memegang sebagian dari jawabannya. Sebagai contoh, gen yang disebut FOXP2 berbeda pada tikus dan manusia dengan 3 perbedaan asam amino, dua di antaranya terjadi setelah pemisahan dari leluhur manusiawi umum sekitar 200.000 tahun yang lalu. Gen ini terlibat dalam gangguan perkembangan yang parah dari bahasa dan bahasa yang mempengaruhi kontrol gerakan wajah dan mulut, 6 Usha Goswami, menghalangi pembicaraan. Secara syaraf, peniruan vokal yang akurat tampaknya sangat penting untuk perkembangan kemampuan berbicara. Oleh karena itu ketika masukan linguistik terdegradasi atau tidak ada karena berbagai alasan (mis., Menjadi tuna rungu, mengalami gangguan secara lisan), bahasa dan bahasa terpengaruh. Studi pada orang dewasa normal menunjukkan bahwa pemrosesan gramatikal lebih bergantung pada daerah frontal otak kiri, sedangkan pemrosesan semantik dan pembelajaran kosakata mengaktifkan daerah lateral posterior dari kedua hemisfer. Untuk alasan yang belum dipahami dengan baik, sistem otak yang penting untuk pemrosesan sintaksis dan tata bahasa lebih rentan terhadap input bahasa yang diubah daripada sistem otak yang bertanggung jawab untuk fungsi semantik dan leksikal. Studi ERP menunjukkan bahwa ketika bahasa Inggris diperoleh terlambat karena deprivasi pendengaran atau terlambat imigrasi ke negara berbahasa Inggris, kemampuan sintaksis tidak berkembang pada tingkat yang sama atau pada tingkat yang sama.
b.      Membaca
Studi neuroimaging pada anak-anak dan orang dewasa menunjukkan bahwa sistem utama untuk membaca skrip abjad disudutkan ke belahan kiri. Studi-studi ini biasanya mengukur respon otak terhadap pembacaan kata tunggal menggunakan fMRI atau ERP. Ulasan dari studi semacam itu menyimpulkan bahwa pengolahan abjad / ortografi tampaknya terutama terkait dengan area oksipital, temporal dan parietal Area oksipital-temporal paling aktif ketika memproses fitur visual, bentuk huruf dan ortografi. Area oksipital-temporal inferior menunjukkan disosiasi elektrofisiologis antara kata-kata dan non-kata pada sekitar 180 ms, menunjukkan bahwa representasi ini tidak murni visual tetapi secara linguistik terstruktur. Aktivasi di daerah temporo-oksipital meningkat dengan keterampilan membaca, dan menurun pada anak-anak dengan disleksia perkembangan.
Kesadaran Phonological (kemampuan untuk mengenali dan memanipulasi komponen suara dalam kata-kata) memprediksi pembacaan akuisisi di seluruh bahasa, dan proses fonologis tampaknya difokuskan pada persimpangan temporo-parietal. Ini mungkin situs utama yang mendukung pengkodean ulang huruf ke suara dan juga terlibat dalam gangguan ejaan. Anak-anak disleksia, yang biasanya memiliki defisit fonologis, menunjukkan penurunan aktivasi di persimpangan temporo-parietal selama tugas-tugas seperti memutuskan apakah rima huruf yang berbeda. Remedasi membaca yang ditargetkan meningkatkan aktivasi di area ini. Akhirnya, rekaman medan magnet terkait peristiwa pada anak-anak disleksia menunjukkan bahwa ada organisasi atipikal dari belahan kanan. Ini konsisten dengan saran bahwa strategi kompensasi yang diadopsi oleh otak disleksia membutuhkan keterlibatan belahan kanan yang lebih besar dalam membaca.
c.       Matematika
Untuk matematika, kognitif neuroscience mulai melampaui model kognitif yang ada. Telah dikemukakan bahwa ada lebih dari satu sistem saraf untuk representasi angka. Sistem ‘number sense 'filogenetis yang ditemukan pada hewan dan bayi serta peserta yang lebih tua, tampaknya mendukung pengetahuan tentang angka dan hubungan mereka. Sistem ini, yang terletak secara bilateral di area intraparietal, diaktifkan ketika peserta melakukan tugas-tugas seperti perbandingan angka, apakah perbandingan melibatkan angka Arab, set titik-titik atau kata-kata angka. Karena mode presentasi tidak mempengaruhi lokasi komponen ERP parietal, sistem ini dianggap mengatur pengetahuan tentang jumlah kuantitas. Studi pengembangan ERP telah menunjukkan bahwa anak-anak muda menggunakan bidang parietal yang sama untuk melakukan tugas perbandingan angka. Jenis pengetahuan numerik yang berbeda dianggap disimpan secara lisan, dalam sistem bahasa. Sistem saraf ini juga menyimpan pengetahuan tentang puisi dan urutan verbal yang terlalu banyak dipelajari, seperti bulan-bulan dalam setahun. Secara matematis, hal itu mendukung penghitungan dan pengetahuan yang didapat dari hafalan seperti tabel perkalian. Sistem linguistik ini tampaknya menyimpan 'fakta bilangan' alih-alih menghitung perhitungan. Banyak masalah aritmatika sederhana yang terlalu banyak dipelajari sehingga dapat disimpan sebagai pengetahuan deklaratif. Perhitungan yang lebih kompleks tampaknya melibatkan wilayah visuospasial, mungkin membuktikan pentingnya citra mental visual dalam operasi multi-digit (bentuk yang diinternalisasi dan canggih dari garis bilangan, lihat Pesenti. Akhirnya, area parietal-premotor yang berbeda diaktifkan selama penghitungan jari dan juga perhitungan.
Pengamatan terakhir ini dapat menunjukkan bahwa area saraf yang diaktifkan selama fingercounting (strategi pengembangan untuk memperoleh keterampilan kalkulasi) akhirnya menjadi bagian yang mendukung keterampilan manipulasi numerik pada orang dewasa. Jika ini kasusnya, maka penghitungan jari mungkin memiliki konsekuensi penting bagi otak yang sedang berkembang, dan harus didorong di sekolah. Bagaimanapun, teknik neuroimaging menawarkan cara mengeksplorasi pertanyaan semacam itu.
d.      Efek Langsung Pengalaman
Meskipun sering diasumsikan bahwa pengalaman tertentu memiliki efek pada anak-anak, neuroimaging menawarkan cara untuk menyelidiki asumsi ini secara langsung. Prediksi yang jelas adalah bahwa pengalaman khusus akan memiliki efek spesifik, meningkatkan representasi neural di bidang yang relevan dengan keterampilan yang terlibat. Salah satu bidang pengalaman khusus yang sering terjadi di masa kecil adalah pengalaman musik. Studi fMRI telah menunjukkan bahwa pianis terampil (dewasa) memiliki representasi kortikal yang membesar di korteks pendengaran, khusus untuk nada piano. Pembesaran berkorelasi dengan usia di mana musisi mulai berlatih, tetapi tidak berbeda antara musisi dengan pitch absolut versus relatif. Demikian pula, studi MEG menunjukkan bahwa ahli biola terampil telah memperluas representasi saraf untuk jari-jari tangan kiri mereka, yang paling penting untuk bermain biola. Jelas, sistem sensorik yang berbeda dipengaruhi oleh keahlian musik tergantung pada sifat alat musik yang bersangkutan. Studi ERP juga menunjukkan reorganisasi fungsional bergantung-ketergantungan pada pembaca Braille. Pembaca Braille yang terampil lebih sensitif terhadap informasi sentuhan daripada kontrol, dan ini meluas di semua jari, bukan hanya jari telunjuk. Representasi saraf otot yang terlibat dalam membaca Braille juga diperbesar. Akhirnya, menarik untuk dicatat bahwa sopir taksi London yang memiliki 'Pengetahuan' menunjukkan formasi hipokampus yang diperbesar. Hippocampus adalah area otak kecil yang diduga terlibat dalam representasi spasial dan navigasi. Di supir taksi di London, hippocampi posterior secara signifikan lebih besar daripada mereka yang tidak mengendarai taksi. Selanjutnya, volume hipokampus berkorelasi dengan jumlah waktu yang dihabiskan sebagai sopir taksi. Sekali lagi, plastisitas lokal ditemukan di otak orang dewasa sebagai respons terhadap masukan lingkungan tertentu.
e.       Tidur dan Pengetahuan
Gagasan bahwa tidur mungkin melayani fungsi kognitif dimulai dari setidaknya waktu Freud, dengan analisisnya tentang mimpi. Studi neuroimaging baru-baru ini menunjukkan bahwa tidur Rapid Eye Movement (REM) tidak hanya terkait dengan laporan diri bermimpi tetapi juga penting untuk belajar dan mengingat.
f.       Emosi dan Pengetahuan
Semakin diakui bahwa pembelajaran yang efisien tidak terjadi ketika pelajar mengalami ketakutan atau stres. Stres dapat membantu dan membahayakan tubuh. Respons stres dapat memberikan kekuatan dan perhatian ekstra yang diperlukan untuk mengatasi keadaan darurat mendadak, tetapi stres yang tidak sesuai memiliki pengaruh yang signifikan pada fungsi fisiologis dan kognitif.




















BAB 3
KESIMPULAN & SARAN
A.      KESIMPULAN
Ilmu akuntansi yang masih menjadi primadona dalam upaya pemenuhan daya serap lapangan pekerjaan nyatanya masih menjadi senjata utama berbagai perguruan tinggi negeri. Dibukanya program studi akuntansi nyatanya dapat menarik masyarakat yang begitu luas. Terbukti, dengan didudukinya peringkat ketiga sebagai program studi SOSHUM dengan ketetatan paling tinggi di SNMPTN 2018 menjadikan ilmu akuntansi menjadi incaran para mahasiswa.
Namun, dikarenakan kompleksitas substansi ilmu akuntansi, tak jarang masyarakat – khususnya mahasiswa – beranggapan bahwa ilmu akuntansi adalah ilmu yang sulit. Sehingga perlu adanya suatu upaya pembelajaran tertentu agar bisa mengoptimalkan pemahaman ilmu akuntansi.
Neuroscience sebagai salah satu bidang ilmu yang mempelajari saraf-saraf otak merupakan cara jitu dan kunci dalam mempelajari suatu ilmu. Otak kita memeliki struktur yang kompleks, namun jika kita mengetahui cara mengoptimalkannya, itu berarti kita bisa mengupayakan berbagai hal, termasuk mempelajari akuntansi dengan mudah.
Otak dengan kapasitas memori yang terbatas haruslah kita pahami bersama. Menggunakan obat-obatan tertentu memang dapat meningkatkan kemampuan otak kita, namun upaya dengan melatih otak secara tradisional dinilai lebih efektif dalam mengoptimalkan kemampuan otak – khususnya masalah memori.
Kapasitas memori kerja kita memiliki keterbatasan dalam memahami suatu hal yang kompleks secara bersamaan. Dalam hal ini, memahami ilmu akuntansi harus dilakukan secara bertahap dan perlahan. Pembelajaran secara telaten dan terus-menerus akan mengoptimalkan memori kerja manusia sehingga pemahaman akan lebih efektif diwujudkan.
B.       Saran
Perlu ada studi lebih lanjut mengenai pengoptimalan neuroscience dalam meningkatkan pola belajar individu, lebih khusus lagi mengenai akuntansi. Akuntansi dengan substansi materi yang begitu kompleks, harus dipermudah dengan neuroscience.
Perlu juga adanya penemuan suatu metode yang mudah dan aplikatif dalam upaya mendorong pembelajaran akuntansi. Selain itu, dikarenakan otak menyimpan begitu banyak misteri, perlu ada sosialisasi lebih lanjut mengenai implementasi neuroscience dalam kehidupan sehari-hari, khususnya dalam dunia pendidikan.



























DAFTAR PUSTAKA
Baddeley, A. (2003). Working memory: Looking back and looking forward. Nature Reviews.Neuroscience, 4(10), 829-839.
Camerer, C., Loewenstein, G., & Prelec, D. (2005). Neuroeconomics: How neuroscience can inform economics. Journal of Economic Literature, 43(1), 9-64.
Daw, N. D., & Shohamy, D. (2008). The Cognitive Neuroscience Of Motivation And Learning. Social Cognition, 26(5), 593-620.
Downey, G, & Lende, D 2012, The Encultured Brain : An Introduction To Neuroanthropology, Cambridge, Mass: The MIT Press, eBook Collection (EBSCOhost), EBSCOhost, dilihat 1 Juli 2018.
Eriksson, J., Vogel, E. K., Lansner, A., Bergström, F., & Nyberg, L. (2015). Neurocognitive architecture of working memory. Neuron, 88(1), 33-46.
Goswami, U 2004, 'Neuroscience and education', British Journal Of Educational Psychology, 74, 1, pp. 1-14, Education Research Complete, EBSCOhost.
Ibtisam, F. 2018. Pengumuman SNMPTN 2018: Jurusan Dengan Ketetatan Persaingan Tertinggi. https://www.youthmanual.com/post/dunia-sekolah/persiapan-kuliah/pengumuman-snmptn-2018-jurusan-dengan-keketatan-persaingan-tertinggi. Diakses Tanggal 28 Juni 2018.
Khosrow-Pour, M. 2013;2012;, Dictionary of Information Science and Technology (2nd Edition), Information Science Reference (Isr), US.
Knowland, V, & Thomas, M 2014, Educating the adult brain: How the neuroscience of learning can inform educational policy, International Review Of Education / Internationale Zeitschrift Für Erziehungswissenschaft, 60, 1, pp. 99-122, Education Research Complete, EBSCOhost.
Kranzler, H.R., Korsmeyer, P. & Kranzler, H.R. 2008, Encyclopedia of Drugs, Alcohol & Addictive Behavior, Gale, Cengage Learning, Farmington Hills.
Rabinovich, M, Friston, K, & Varona, P 2012, Principles Of Brain Dynamics : Global State Interactions, Cambridge, Mass: The MIT Press, eBook Collection (EBSCOhost), EBSCOhost, dilihat 1 Juli 2018.

Thomas, M, & Johnson, M, 2008, New advances in understanding sensitive periods in brain development, Current Directions in Psychological Science, 17(1), 1–5.

No comments:

Post a Comment