Wednesday 16 March 2016

Perikatan Berdasarkan Ketetapan Waktu

       I.            Perikatan
Perikatan adalah hubungan hukum antara dua orang atau lebih di dalam lapangan harta kekayaan dimana satu pihak mempunyai hak dan pihak yang lain mempunyai kewajiban atas suatu prestasi


    II.           Jenis – Jenis Perikatan
·        Perikatan Bersyarat
·        Perikatan Berdasarkan Ketetapan Waktu
·        Perikatan Alternatif
·        Perikatan Tanggung Menanggung / Renteng
·        Perikatan Dengan Penetapan Hukum


 III.            Perikatan Berdasarkan Ketetapan Waktu
Perikatan yang pelaksaannya ditangguhkan sampai pada suatu waktu yang ditentukan yang pasti akan tiba, meskipun mungkin belum dapat dipastikan kapan waktu yang dimaksudkan akan tiba.


IV.            Prestasi
Prestasi adalah pelaksanaan dari isi kontrak yang telah diperjanjikan menurut tata cara yang telah disepakati bersama. Model prestasi dari suatu kontrak:
a.      Memberikan Sesuatu
b.     Berbuat Sesuatu
c.     Tidak Berbuat Sesuatu


  V.            Wanprestasi
Adalah tidak dilaksanaknnya suatu prestasi atau kewajiban sebagaimana telah disepakati bersama. Wanprestasi dipilah – pilah sebagai berikut:
a.      Wanprestasi berupa tidak memenuhi prestasi
b.     Wanprestasi berupa terlambat memenuhi prestasi
c.     Wanprestasi berupa tidak sempurna memenuhi prestasi




VI.            Contoh Kasus Wanprestasi Perikatan Berdasarkan Ketetapan Waktu
Handoyo mengasuransikan diri dan keluarganya pada perusahaan asuransi Perseroan Terbatas Allianz (yang selanjutnya disingkat PT Allianz) dengan polis asuransi jiwa dengan manfaat antara lain: Kematian normal dibayarkan Rp150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah). Kematian akibat dari kecelakaan sebesar Rp300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah) ditambah atau termasuk dengan dana investasi. Jika Handoyo hidup sampai dengan akhir kontrak maka semua dana investasi yang terbentuk akan dibayarkan juga. Asuransi dengan masa pertanggungan selama 10 tahun tersebut dimulai sejak perjanjian asuransi ditutup, yaitu tanggal 10 September 2006 sampai dengan tanggal 10 September 2016 dengan premi pertanggungan sebesar Rp8.154.000,00 (delapan juta seratus lima puluh empat ribu) per tahun dibayar selama 5 tahun (www.kompcyber, Klaim Asuransi, diakses tanggal  20 Agustus 2009).

Semua syarat-syarat penutupan asuransi, seperti Surat Permintaan Asuransi Jiwa (yang selanjutnya disebut SPAJ), pemeriksaan kesehatan oleh dokter/ klinik/laboratorium yang ditunjuk penanggung telah dipenuhi tertanggung. Pada saat polis baru berjalan 13 bulan 9 hari tertanggung meninggal dunia di rumah dengan tidak sempat dibawa ke dokter sebelumnya. Jenazah kemudian dikremasikan di Krematorium Nirwana, Bekasi.

Ahli waris menuntut penanggung untuk membayar manfaat polis sebesar Rp150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah) dengan sebelumnya memenuhi syarat-syarat pengajuan klaim yang telah ditetapkan penanggung seperti yang diatur dalam Ketentuan Umum Polis Pasal 7. Namun penanggung menolak membayar klaim dengan alasan, setelah dilakukan penelitian oleh penanggung diketahui bahwa pada saat pengajuan SPAJ telah terjadi misrepresentasi yang bersifat material. Hal ini didasarkan pada Pasal 251 KUHD serta pasal yang terkait dalam polis.

Penanggung menyatakan bahwa: Pertama, Dari hasil penelitian yang mereka lakukan didapatkan fakta bahwa tertanggung sebelum masuk asuransi pernah dilakukan perawatan atau konsultasi ke: RS Siloam, Lippo Karawaci tanggal 10 Desember 2004 dengan diagnosa acute hydrocephalus dan dilakukan CP-Shunt; RS Siloam, Lippo Karawaci tanggal 27 April 2005 dengan diagnosa yaitu bronshiectasis; RS Medistra, Jakarta dirawat tanggal 12-29 Maret 2006 dengan diagnosanya bronchopnemonia duplex disertai retentio sputum; Kesemua pemeriksaan dan perawatan ini tidak diungkapkan dalam SPAJ.
Kedua, Penyakit-penyakit tersebut tidaklah dapat dideteksi oleh tipe pemeriksaan yang telah dipersyaratkan penanggung, tetapi hanya dapat dideteksi dengan pemeriksaan khusus seandainya tertanggung telah mengungkapkannya.
Ketiga, Bahwa berdasarkan hal-hal tersebut penanggung berkesimpulan bahwa tertanggung telah terbukti beritikad tidak baik dan melakukan misrepresentasi atau non disclosure of facts.
Keempat, Dengan terbuktinya misrepresentasi tersebut, penanggung telah melakukan reunderwriting atau juga seleksi ulang penerimaan asuransi untuk menentukan bilamana materalitasnya misrepresentasi. Hasilnya ialah apabila fakta perawatan itu diketahui sebelumnya oleh penanggung niscaya pertanggungan telah tidak diterbitkan dengan syarat-syarat yang sama. Dengan demikian maka telah terbukti bahwa misrepresentasi yang telah terjadi bersifat material. Kelima, Berdasarkan fakta tersebut dan Pasal 251 KUHD, Ketentuan Umum Polis Pasal 7 dan Pasal 8 SPJ, penanggung menolak klaim yang diajukan Ahli Waris.



VII.            Analisa Contoh Kasus Wanprestasi Perikatan Berdasarkan Ketetapan Waktu

Pada kasus diatas, dapat kita ketahui bahwa prestasi yang dipermasalahkan adalah mengenai asuransi jiwa yang apabila pihak tertanggung meninggal dunia atas dasar polis yang telah dipenuhi sebelumnya, maka pihak penanggung harus memberikan prestasinya yaitu berupa uang.
Namun, pihak penanggung ternyata melakukan wanprestasi. Yaitu dengan tidak membayarkan uang asuransi jiwanya kepada pihak tertanggung, atau kita dapat menyebut bahwa pihak penanggung melakukan wanprestasi berupa tidak memenuhi prestasi.
Dengan memperhatikan uraian diatas dapatlah dijelaskan bahwa dalam perjanjian asuransi, maka timbullah hak dan kewajiban dari para pihak yang dikenal dengan nama prestasi. Adanya wanprestasi tersebut memberikan hak kepada yang dirugikan untuk dapat menggugat ganti kerugian atas dasar wanprestasi ke Pengadilan Negeri. Mengenai bentuk ganti kerugian atas dasar wanprestasi dapat berupa penggantian biaya, antara lain biaya-biaya yang telah dikeluarkan, kerugian yang bener-benar telah diderita akibat adanya wanprestasi dan keuntungan yang telah dapat dihitung atau dibayangkan akan diperoleh jika tidak terjadi wanprestasi.






No comments:

Post a Comment